ASAL – USUL AKSARA JAWA
Pada jaman
dahulu kala, hiduplah seorang laki – laki yang berwibawa, sakti nan gagah
berani. Ia tinggal di sebuah desa yang gemahripah lohjinawi yaitu Medhang
Kawit. Ia mempunyai 2 orang abdi sakti yang sangat setia bersamanya bernama
Dora dan Sembada. Panggil saja ia dengan Aji Saka.
Aji
Saka mempunyai sorban dan keris. Yang keduanya adalah pusaka yang sangat sakti
hingga tidak ada yang bisa menandinginya. Sorbannya bisa melebar seluas
samudra, dan kerisnya bisa membelah jagat raya.
Ketika
Aji Saka hendak mengembara, ia menitipkan kerisnya kepada Sembada. Kemudian ia
berangkat mengembara ditemani oleh Dora. Diperjalanan mereka bertemu dengan
pedagang yang sedang dirampok. Ternyata pedagang tersebut akan menjadi santapan
seorang raja yang sangat kejam, bernama Dewata Cengkar.
Singkat cerita, Dora
diperintahkan Aji Saka untuk mengambil keris yang dititipkan kepada Sembada,
karena sama – sama mempertahankan amanat dari Aji Saka, merekapun perang dan
akhirnya tidak ada satupun dari mereka yang menang.
Mari kita
saksikan cerita selengkapnya.
Adegan 1.
Di halaman kerajaan.
Sembada : “Hei
Dora, kudengar hari ini Gusti Prabu akan mengembara, menurutmu apakah kita akan
ikut bersamanya?” (disela – sela latihan memanah)
Dora :
“Aku juga dengar seperti itu Sembada. Tentu saja kita akan ikut bersamanya.
Kita tunjukkan bahwa kita adalah abdinya yang setia, yang akan mengikuti dan
membantu segala urusannya” (menghentikan panahnya)
Sembada :
“Lihat, itu Gusti Prabu, sepertinya beliau membutuhkan sesuatu, hingga
menghampiri kita kemari” (menunjuk ke arah Aji Saka)
Aji Saka : “Hei,
Abdiku Sembada, Dora. Kemarilah !” (berjalan memanggil Sembada dan Dora)
Sembada : “Baik
Gusti Prabu, kami akan kesana. Ayo kita kesana” (menghampiri Aji Saka)
Dora : Ayo
cepat !, Jangan membuat Gusti Prabu menunggu”
Aji Saka :
“Dora, bisakah kau menemaniku mengembara hari ini? Sepertinya kalian sedang
sibuk latihan memanah”
Dora :
“Tentu aja bisa Prabu, apapun keinginan Prabu kami akan selalu siap
melaksakannya” (jawabnya tegas)
Sembada : “Itu
benar Prabu”
Aji Saka :
“Baiklah kalau begitu, aku akan mengembara bersama Dora saja kali ini, aku
punya tugas lain untukmu Sembada”
Sembada :
“Tugas apa Prabu?”
Aji Saka : “Sembada,
aku titipkan keris ini kepadamu, jagalah dengan baik, jangan kau berikan kepada
siapapun kecuali aku sendiri yang mengambilnya” (memberikan kerisnya)
Sembada : “Baik
Gusti Prabu” (menerima keris)
Aji Saka :
“Abdiku Dora, sebelum kita berangkat, aku akan bersemedi dulu untuk memantapkan
niatku” (duduk bersila dan bersemedi)
Dora :
“Baik Prabu, silakan. Hamba akan setia menunggu”
Dora dan Sembada meninggalkan panggung, Aji Saka
bertapa dihampiri Karomah.
Karomah : “Wahai
ananda ! Mantapkanlah niatmu, yang engkau anggap baik maka sesunguhnya itu
adalah baik. (berjalan lalu menepuk pundak Aji Saka)
Karomah keluar panggung, disusul dengan Aji saka.
Aji Saka dan Dora masuk panggung.
Aji Saka :
“Abdiku Dora, ayo kita berangkat !”
Dora : “Mari
Prabu, matahari sudah hampir di atas kepala, jangan sampai Prabu mengembara
dibawah terik matahari”
Aji Saka dan Dora keluar panggung, kemudian masuk lagi seakan – akan
sudah perjalanan menuju tempat mengembara.
Adegan 2
Di pasar di pinggir hutan
Aji Saka :
“Lihat Dora !, disana ada pedagang, ayo kita beristirahat dulu”
Dora :
“Mari Gusti Prabu, hamba juga sudah lapar” (tertawa)
Pedagang masuk panggung.
Pedagang 2 : “
Aduh… piye iki mbokdhe - mbokdhe, kawit isuk bakulan kok ora ana sing tuku, yen
ngene terus isa – isa gulung tikar tenan iki”
Pedagang 1 : “Lha
iya atuh teteh, semuanya pada naik lagi, bingung abdi mah cari makan keak
gimana?”
Pedagang 2 : “Eh,, kayake
ning kana kepenak dibuat jualan mbokdhe, coba jualan ning kono wae, menawa rejekine
awake” (menunjuk ke tempat jualan)
Pedagang 1 : “Iya
wis, disana aja ya.
Mangga atuh
akang, teteh… sayuranya seger bugar ini,, seseger yang jual” (menawarkan
dagangan)
Pedagang 2 : “Eh..
bune, gudheg menggar bumbune mrica ketumbar, mangga bu.. rempah – rempah ojo
diumbar, ben masakan ne ora ambyar”
Pembeli 1 :
“Wah.. seger beneran ini, udah deh beli disini saja !” (memilih sayuran
Pembeli 2 : “Iya
ya, nih bagus nih.. harganya berapa ini?” (menunjuk sayuran yang akan dibeli)
Pedagang 1 : “Iya
donk, baru dipetik dari kebuh pagi tadi, jelaslah masih seger – seger.
Oh..
itu harganya sepaket 15 ribu neng”
Pembeli 2 : “Kok
mahal amat sih, dikurangin dikitlah”
Pedagang 2 : “Saiki
kabeh wis mahal mbakyu, harga – harga ya mundhak semua e”
Pedagang 1 : “Heh..
wis – wis,, gimana neng, 12 ribu mau ya? Udah harga pas segitu”
Pembeli 1 : “Iya
udah, ini uangnya”
Patih 1 :
“Hei.. yang ini berapa neng?” (menyodorkan pedang)
Pedagang 2 : “Apa –
apa an iki? Wong tuku kok gawe pedang barang”
Pembeli 1 : “Eh..
eh… kabur” (lari)
Pembeli 2 :
(mengikuti pembeli 1, lari)
Patih 1 :
“Cepat kau bawa mereka ! aku akan mengejar gadis – gadis itu” (mengejar
pembeli)
Patih 2 :
“Siap. Ayo cepat ikut kami ke istana”
Pedagang 1 :
“Weladalah.. lepaskan kami !”
Pedagang 2 :
“Tolong… tolong…”
Aji Saka :
“Ada keributan apa itu Dora? Ayo kita kesana” (menunjuk ke arah keributan)
Dora :
“Sepertinya perampok Prabu, kita harus menolong mereka”
Pedagang dan Patih keluar panggung. Aji Saka dan Dora
tetap di panggung.
Karomah masuk panggung.
Karomah :
“Pergilah ke Medhang Kemulan ananda, semua kebimbanganmu akan terjawab”
Karomah keluar panggung.
Aji Saka :
“Abdiku Dora, ayo kita ke Medhang kemulan.”
Dora :
“Untuk apa kesana Prabu”
Aji Saka :
“Ada sesuatu yang mendorongku untuk pergi kesana”
Dora :
“Baiklah Prabu, ayo kita kesana. Mungkin kebimbangan kita akan terjawab disana”
Aji Saka dan Dora Keluar Panggung.
Adegan 3
Di Medhang Kemulan.
Aji Saka :
“Wahai nona, ada apa gerangan, apa yang membuatmu gelisah?”
Dayang 1 : “Yang
mulia raja Dewata Cengkar murka tuan” (gelisah)
Aji Saka :
“Kenapa beliau murka?”
Dayang 2 : “Beliau
belum puas mendapatkan manusia untuk menjadi santapannya hari ini tuan”
Dora :
“Astaga, manusia untuk disantap? Benar –
benar kejam raja itu”
Aji Saka : “Kita
harus menghentikan perbuatan keji itu, Dora”
Dora :
“Benar Prabu”
Panggung kosong. Kemudian Aji Saka dan Dora masuk
panggung dihampiri Patih Jugul.
Patih 1 :
“Hei.. anak muda, sedang apa kau disini?”
Aji Saka :
“Dora, ambilah kerisku dan bawakan kemari untuk berjaga – jaga”
Dora : “Sendhika dawuh Prabu” (meninggalkan Aji
Saka)
Patih 1 :
“Hei kalian, tatap mataku ketika aku sedang bicara”
Aji Saka :
“Maaf tuan, hamba ingin mempersembahkan tubuh ini untuk Raja Dewata Cengkar,
hamba dengar beliau murka karena persediaan makanannya kurang”
Patih 1 :
“Hahaha… baiklah kalau begitu, silakan masuk” (mempersilakan dan mengantar
masuk Aji Saja)
Aji Saka dan Patih Jugul keluar panggung.
Dora : “Hei
Sembada, aku diperintah oleh Gusti Prabu untuk mengambil keris beliau yang
dititipkan kepada mu”
Sembada :
“Tidak, aku tidak akan memberikan kepada siapapun seperti apa yang diamanatkan
oleh Prabu, kecuali beliau sendiri yang mengambilnya”
Dora dan Sembada perang.
Dewata Cengkar masuk dengan dikawal Dayang, Patih membawa pedagang
kemudian dimasukkan penjara.
Aji Saka dan Patih Jugul masuk.
Aji Saka :
“Benar – benar biadab orang ini” (heran)
Karomah :
“Tenangkan hatimu ananda, yakinlah engkau bisa mengalahkan kebathilan di
Medhang Kemulan” (dalam batin)
Aji Saka : “Sendhika
dawuh yang mulia raja Dewata Cengkar, hamba menyerahkan diri untuk menjadi
santapan yang mulia hari ini”
Dayang 1 :
“Yang mulia, sepertinya laki – laki ini sakti, hamba bertemu dengan dia di desa
tadi” (membujuk)
Dewata Cengkar : “Begitu
ya”
Dayang 2 :
“Benar yang mulia, santap saja dia, dia kan sakti pasti yang mulia akan lebih
kuat dari sebelumya jika menyantapnya”
Patih 1 dan patih 2 masuk panggung bersama pembeli 1 dan pembeli 2,
kemudian dimasukkan di penjara.
Patih 1 :
“Salam yang mulia, hamba membawakan tambahan santapan kali ini”
Dewata Cengkar : “Wah..
wah… wah… bagus – bagus. Harus yang mana dulu yang aku santap, semuanya
terlihat lezat”
Patih memasukkan pembeli ke penjara.
Pedagang, penjual : “Tolong..
tolong.. lepaskan kami..”
Dayang 1 :
“Hei.. diam kalian. Jangan banyak bicara” (menghampiri penjara)
Dayang 2 :
“Simpan energi kalian, agar kalian segar ketika disantap yang mulia nanti”
Dayang 1 :
“Hahaha… benar itu, benar”
Aji Saka :
“Dimana Dora, lama sekali mengambil kerisku, kenapa ia belum kembali?”
Dewata Cengkar : “Hus..
sudah kalian.
Oh
ya anak muda, karena kau menyerahkan diri sendiri, jadi kau kusantap dulu. Apa
permintaan terakhirmu?”
Aji Saka :
“Hamba ingin sebidang tanah selebar sorban ini yang mulia”
Dewata Cengkar : “Hahaha..
hanya itu keinginan mu? Mudah sekali rupanya. Ayo keluar ! aku akan memberimu
tanah seperti yang kau inginkan”
Semua keluar panggung. Kemudian Dewata Cengkar dan Aji Saka masuk
panggung untuk mengukur tanah hingga selebar sorban Aji Saka.
Dewata Cengkar : “Ah.. sial
! ternyata sorbannya lebar sekali”
Saat Dewata Cengkat mengukur kesempatan Aji Saka untuk
melawannya.
Dewata Cengkar akhirnya kalah dengan satu sentakan.
Aji Saka :
“Aku berhasil mengalahkan raja kejam itu. Sekian lama mengapa Dora belum juga
kembali?
Karomah masuk panggung.
Karomah :
“Berfikir sebelum bertindak ananda. Ingatlah apa yang sudah kau amanatkan
kepada mereka”
Karomah keluar panggung.
Aji Saka :
“Astaga, apa yang sudah aku lakukan? Mereka Adalah patih – patih ku yang sangat
setia.
Aji Saka menulis sebuah tulisan di atas batu untuk
menghormati patih – patihnya.
Sejak
saat itu, peradaban jawa mengenal tulisan dengan sebutan Aksara Jawa hingga
masa sekarang. Tulisan tersebut memuat :
Ha
Na Ca Ra Ka
Da Ta Sa Wa La
Pa Dha Ja Ya Nya
Ma Ga Ba Tha Nga
Makna tulisan tersebut adalah :
Ada sebuah kisah tentang dua abdi
yang setia
Keduanya berselisih dan bertengkar
Mereka
pun sama – sama kuat dan sakti
Dan
akhirnya mereka mati bersama
Komentar